Kaidah Pemakaian Tanda Elipsis
Pendahuluan
Banyak
tulisan di berbagai media, baik cetak (buku, majalah, dan jenis surat kabar
lain) maupun elektronik (misalnya tulisan di televisi, blog, serta media sosial) yang masih kurang tepat dalam menggunakan
tanda elipsis (élipsis).
Tanda baca macam apa itu?
Tanda
elipsis adalah tanda baca berupa tiga buah tanda titik yang berderet (…). Menurut
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempuranakan (EYD), tanda ini
memiliki dua kegunaan: (1) menggambarkan kalimat yang terputus-putus dan (2)
menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat ada bagian yang dihilangkan. Sementara itu, menurut Wikipedia, tanda elipsis ini dapat menunjukkan jeda pada pembicaraan, pikiran yang belum selesai, atau, pada akhir kalimat, penurunan volume menuju kesenyapan (aposiopesis). Oleh karena itu, tanda ini lebih sering dijumpai dalam
kalimat langsung atau dialog ketimbang kalimat tak langsung.
Dalam
kalimat langsung yang biasanya berbentuk dialog, tanda elipsis dipakai untuk
menciptakan percakapan lebih hidup—karena efek jeda tadi. Hal ini sesuai dengan
kegunaan tanda elipsisi yang pertama: menggambarkan kalimat yang
terputus-putus. Pembaca akan lebih mudah meresapi keadaan yang sedang terjadi dalam
percakapan tersebut. Coba perhatikan contoh berikut ini.
- “Ayooo … kita serang mereka!” teriak komandan pasukan.
- “Tapi … sudahlah, tak apa,” katanya lirih.
- “Hmm … selanjutnya kita ke mana?” wajah mereka bertatapan.
Ulasan
Mari kita
ulas secara sederhana. Ketiga contoh di atas menunjukkan penggunaan tanda
elipsis dalam emosi yang berbeda sehingga efek jeda yang dihasilkan berbeda
pula. Contoh (1) menggambarkan sebuah pertarungan yang panas. Tanda elipsis di
situ memberikan efek jeda yang menambah kesan semangat. Contoh (2) menyatakan sebuah
penyesalan. Ada kesan “sedang berpikir” begitu kata “tapi” dilafalkan—sebelum
beranjak ke kata “sudahlah”. Contoh (3) mendeskripsikan sebuah kebingungan.
Sama halnya pada contoh (2), akan ada kesan “sedang berpikir” setelah kita
mengucapkan kata “hmm”. Namun, kesan ini akan diperjelas oleh bagian kalimat
lanjutannya: contoh (2) memberi kesan “berpikir karena penyesalan” sedangkan
contoh (3) memberi kesan “berpikir karena kebingungan”.
Penggunaan
tanda elipsis dalam kalimat tak langsung, menurut saya, agak susah dipahami. Hal
ini terkait dengan kegunaan tanda ellipsis yang kedua: menunjukkan bahwa ada
penghilangan bagian dalam kalimat. Di dalam Pedoman Umum EYD, diberikan dua
buah contoh sebagai berikut.
- Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
- Pengetahuan dan pengalaman kita … masih sangat terbatas.
Fungsi
Saya
merasa efek penggunaan tanda elipsis di dalam dua contoh di atas kurang
kentara. Misalkan kita hilangkan masing-masing tanda elipsis tersebut pun
sepertinya tak masalah. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya bahwa
memang penggunaan tanda elipsis dalam kalimat tak langsung cukup jarang
terjadi, apalagi di dalam tulisan ilmiah. Namun lain halnya dalam karya-karya sastra
seperti puisi dan prosa. Lagi-lagi tanda elipsis ini akan membantu pembaca untuk
menghayati isi dari karya sastra tersebut—sama seperti saat dipakai dalam
petikan dialog.
Sebetulnya,
inti permasalahan yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini bukanlah
mengenai kegunaan tanda elipsis, melainkan kesalahan umum dalam penggunaannya
oleh berbagai kalangan di banyak media, mulai dari orang yang awam di bidang Bahasa
Indonesia hingga orang-orang yang sudah profesional di bidang tersebut, semisal
penulis, jurnalis, dan editor.
Penjelasan
Setidaknya
ada tiga bentuk kesalahan penggunaan tanda elipsis yang paling sering dilakukan.
1. Jumlah
tanda titik kurang atau lebih dari standar baku.
Di awal tulisan ini telah saya jelaskan bahwa tanda elipsis
terbentuk oleh tiga buah tanda titik yang berderet. Realitasnya, sekarang ini banyak
orang yang menggunakan tanda titik dengan jumlah kurang atau lebih dari tiga
buah. Saya tak mengerti alasannya secara pasti. Namun saya mencoba membuat
perkiraan alasan tersebut sebagai berikut.
(a) Kurangnya
pengetahuan mengenai bentuk tanda elipsis. Ini persoalan mendasar, untuk
mengatasinya diperlukan kesadaran diri untuk mencari informasi dari
berbagai sumber, salah satunya dari Pedoman Umum EYD. Sebagian dari kita
mungkin merasa apatis dengan hal ini, namun, semoga itu hanya sebagian kecil
saja. Ingatlah, salah satu cara untuk mencintai Indonesia bisa dengan mencintai
Bahasa Indonesia.
(b) Terburu-buru
dalam menulis. Ini lazim terjadi di media sosial Twitter karena pengguna
menginginkan kecepatan dalam bertukar informasi sehingga mengabaikan kebakuan
format tulisan. Menurut saya ini wajar (bisa dimaklumi) dan merupakan privasi setiap
orang. Akan tetapi, saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada mereka yang
tetap memperhatikan “kerapian” tulisan.
Di luar dua perkiraan alasan saya itu,
saya merasa yakin bahwa tujuan mereka melakukan hal itu—membubuhkan tanda titik
dengan jumlah lebih dari satu—adalah untuk memberikan efek jeda ke dalam
tulisan.
Contohnya:
“Hahaha…….. lucu!” --> seharusnya: “Hahaha … lucu!”
2. Tidak
diapit dengan spasi.
Bentuk kesalahan kedua ini sering
dilakukan oleh mereka yang sudah memiliki pengetahuan mengenai bentuk tanda elipsis—terdiri
dari tiga buah tanda titik yang berderet (…)—namun masih belum tepat dalam
menggunakannya. Merujuk pada Pedoman
Umum EYD, tanda elipsis digunakan dengan diapit oleh spasi jika berada di
antara dua kata (di tengah kalimat). Mayoritas dari mereka sering tidak
menambahkan spasi sebelum tanda elipsis.
Contohnya: “Aku lapar.. dan bingung akan melakukan apa.” --> seharusnya: “Aku lapar … dan bingung akan melakukan apa.“
3. Format
penggunaan di akhir kalimat.
Bentuk kesalahan ketiga ini juga acapkali
dibuat oleh mereka yang melakukan kesalahan kedua. Selain di tengah kalimat,
tanda elipsis juga dapat dipakai untuk menandai akhir dari suatu kalimat. Namun,
formatnya agak berbeda. Jadi, spasi tetap dibubuhkan sebelum tanda elipsis,
tetapi tidak untuk setelahnya. Tanda elipsis tersebut langsung digabung dengan sebuah
tanda titik sebagai tanda akhir dari suatu kalimat sehingga total tanda titik
dalam kondisi ini adalah empat buah, yang terdiri dari tiga buah titik (bentuk
asli dari tanda elipsis) dan tanda titik untuk menutup kalimat.
Contohnya: “Selamat pagi! Bersemangatlah…” --> seharusnya: “Selamat pagi!
Bersemangatlah …. ”
0 komentar:
Posting Komentar